Waktu kadang menyimpan makna. (Bukan sesal tapi syukur??)

By 18.25

Rasa sesal itu dengan kata lain begini: Terima kasih telah menemaniku memproduksi makna dalam kata-kata yang indah. Terima kasih menemaniku dan menjadi inspirasi untuk puisi-puisiku selama ini. Banyak sekali karya walau terkesan galau tercipta dalam masa itu, banyak sekali karya yang membuatku jadi seorang sensitif yang produktif. Terima kasih membiarkan aku menikmati semburan rasa dengan tenang, dulu ia kunamakan cinta, tapi sekarang ia begitu hambar bahkan untuk dipautkan dengan kata benci. Mungkin ini bukan kebetulan walau ini juga sesal. Secara misterius aku menemukan yang secara luaran serupa dengan kamu, bahkan kalian tercatat dalam digit registrasi yang nyaris kembar. Aura fisik, candaan konyol itupun mengingatkan satu sama lain. Kamu dan orang ini bahkan tak saling mengenal, tapi dia lebih dari obat bagiku sekarang. Satu lagi yang baru kutahu sore ini, kalian berdua dilahirkan hanya berbeda satu tanggal dalam bulan yang sama namun tahun yang berbeda. Kamu lebih dulu satu tahun dibanding dia. Bisa jadi ini alasan (bila dipaksakan logis) mengapa aku duluan kenal dekat dengan kamu, biarpun lebih dulu dia yang kulihat.
Adakah Tuhan mempersiapkan ini jauh hari untuk memukau aku? Anehnya lama kelamaan aku bukan lagi melihat kamu di dalam dirinya. Kalau iya tentu aku juga sudah muak melihatnya. Bukan maksud merendahkan, tapi refleksi penghiburan untuk ini – cintamu adalah kiasan, adakah kamu hanya cuplikan dari apa yang ingin Tuhan tunjukkan kepadaku? Kalau ya berarti kode Tuhan aku terima. Aku melewati kisah ini dengan panjang, hampir dua tahun untuk mengerti bahwa bukan kamu orangnya.
Aku dilatih bersabar dan belajar memupuk. Aku diberikan pelajaran lewat perumpamaan yang nyata yakni seperti merawat tanaman. Persis seperti merawat tanaman. Sepohon tanaman tidak begitu perlu ada yang memupuk ia, ada yang memberi ia makanan atau tidak ia tetap akan hidup. (Ya, seperti kamu, entah peduli entah tidak perhatianku padamu ada atau tidak). Tapi tanaman bila ia tumbuh dan kau lihat setiap hari di depan matamu, bagaimana mungkin tak kau hiraukan. Bagaimana pun kau harus merawatnya, merapikannya, memotong rantingnya yang tidak perlu, memupuknya dengan berkala, menyiraminya bila tanahnya mulai kering. Tapi apa kau tahu tanaman itu peduli atau tidak dengan perlakuanmu? Aku diajarkan memberi tanpa balik meminta, aku diajarkan berusaha dan menikmatinya lewat pandangan saja. Membiarkannya hidup dan memandangnya dari jauh, demikianlah ia menjadi baik. Satu lagi, yang terakhir Tuhan ajarkan, bahwa tanaman seperti makhluk hidup lainnya, masa hidupnya terbatas, sedemikian baik engkau merawatnya, bila masanya ia juga akan layu.


Salatiga, 131013 

You Might Also Like

0 komentar

Torehkan komentar Anda di sini.
:)