Waktu kadang menyimpan makna. (Bukan sesal tapi syukur??)
Rasa sesal itu dengan kata lain
begini: “Terima
kasih telah menemaniku memproduksi makna dalam kata-kata yang indah. Terima
kasih menemaniku dan menjadi inspirasi untuk puisi-puisiku selama ini. Banyak
sekali karya walau terkesan galau tercipta dalam masa itu, banyak sekali karya
yang membuatku jadi seorang sensitif yang produktif. Terima kasih membiarkan
aku menikmati semburan rasa dengan tenang, dulu ia kunamakan cinta, tapi
sekarang ia begitu hambar bahkan untuk dipautkan dengan kata benci. Mungkin ini
bukan kebetulan walau ini juga sesal. Secara misterius aku menemukan yang
secara “luaran” serupa dengan kamu, bahkan
kalian tercatat dalam digit registrasi yang nyaris kembar. Aura fisik, candaan
konyol itupun mengingatkan satu sama lain. Kamu dan orang ini bahkan tak saling
mengenal, tapi dia lebih dari obat bagiku sekarang. Satu lagi yang baru kutahu
sore ini, kalian berdua dilahirkan hanya berbeda satu tanggal dalam bulan yang
sama namun tahun yang berbeda. Kamu lebih dulu satu tahun dibanding dia. Bisa
jadi ini alasan (bila dipaksakan logis) mengapa aku duluan kenal dekat dengan
kamu, biarpun lebih dulu dia yang kulihat.
Adakah Tuhan mempersiapkan ini
jauh hari untuk memukau aku? Anehnya lama kelamaan aku bukan lagi melihat kamu
di dalam dirinya. Kalau iya tentu aku juga sudah muak melihatnya. Bukan maksud
merendahkan, tapi refleksi penghiburan untuk ini – cintamu adalah kiasan,
adakah kamu hanya cuplikan dari apa yang ingin Tuhan tunjukkan kepadaku? Kalau
ya berarti kode Tuhan aku terima. Aku melewati kisah ini dengan panjang, hampir
dua tahun untuk mengerti bahwa bukan kamu orangnya.
Aku dilatih bersabar dan belajar
memupuk. Aku diberikan pelajaran lewat perumpamaan yang nyata yakni seperti
merawat tanaman. Persis seperti merawat tanaman. Sepohon tanaman tidak begitu
perlu ada yang memupuk ia, ada yang memberi ia makanan atau tidak ia tetap akan
hidup. (Ya, seperti kamu, entah peduli entah tidak perhatianku padamu ada atau
tidak). Tapi tanaman bila ia tumbuh dan kau lihat setiap hari di depan matamu,
bagaimana mungkin tak kau hiraukan. Bagaimana pun kau harus merawatnya,
merapikannya, memotong rantingnya yang tidak perlu, memupuknya dengan berkala,
menyiraminya bila tanahnya mulai kering. Tapi apa kau tahu tanaman itu peduli
atau tidak dengan perlakuanmu? Aku diajarkan memberi tanpa balik meminta, aku
diajarkan berusaha dan menikmatinya lewat pandangan saja. Membiarkannya hidup
dan memandangnya dari jauh, demikianlah ia menjadi baik. Satu lagi, yang
terakhir Tuhan ajarkan, bahwa tanaman seperti makhluk hidup lainnya, masa
hidupnya terbatas, sedemikian baik engkau merawatnya, bila masanya ia juga akan
layu.
Salatiga, 131013
0 komentar
Torehkan komentar Anda di sini.
:)