Kehilangan Sang Penangkal Dingin
Harapanku,
menemukan penangkal dingin kesenangan hatiku
Dalam perjalanan tak begitu
Justru angin yang terus berpapasan
denganku
Membuat dingin menusuk hingga
dalamnya
Sendu dan menyisakan gemeretak di
rongga mulut
Dalam ngilu aku berteriak tanpa
suara
Ah hanya resah yang tersampaikan
Sarat kesedihanku
Bukannya penangkal dingin itu
harapan?
Mengapa ia menjadikanku pecundang
saja?
Diam dan sendu
Lagi-lagi tanpa kata, lirih tanpa
penghubung
Sekeliling kusapu jejak-jejak jalan
Lantas memindai wajah-wajah
Entah kapan akan bermuara surga yang
kuincar
Pandangan saja mungkin cukup
Tapi malang merapuhkan keberuntungan
Pertemuan tersendat dalam harap
Dan harapan tergantung dalam mendung
yang tak segera kuyup
Berapa malam harus kulewati untuk
menghitung bintang
Berapa ribu rotasi bumi pada
porosnya untuk tersenyum
Berapa kilometer aku menyapu
pandangan
Hanya menanti sang penangkal dinginku
Lagi-lagi angin dan dingin
Tak kunjung berubah makna dari kata
rindu
Rindu??
Kadang begitu sulit untuk jujur atas
rindu
Tapi alam tak bisa ditipu
Semilir hingga menggigil selalu
menyindir
Betapa sederhana inginku untuk
bahagia
Hanya untuk menemukan sang penangkal
dingin idaman
Hanya menanti refleksku tersenyum
ketika mendapatinya
Lalu
Entah sengaja entah tanda
Harap yang mewujud
¾
Memang sulit
ditebak
Sang penangkal dingin melintas
tiba-tiba
Tapi tak lagi hangat yang kurasa
Harap itu ternyata terbayar setengah
Harap itu mewujud menjadi lebih
pedih
Sang penangkal dingin diarak badai
yang melilitnya
Membumbungnya, menggulungnya dalam
pusaran
Aku tercekat membatu
Ingin meraihnya tapi badai sekarang
jadi pemiliknya
Aku menunduk termangu
Memusarakan harapan yang sekonyong
menjadi begitu hambar
Aku membeku, tercekat, lenyap dalam
harap kosong
Mencundang, meradang. . .
Salatiga
011013
0 komentar
Torehkan komentar Anda di sini.
:)